Filsafat merupakan bidang ilmu yang cakupannya lebih luas daripada ilmu sains, ilmu social dan lainnya. hal ini dikarenakan filsafat sangat sopan santun terhadap ruang dan waktu. Hal utama yang membedakan antara filsafat dan ilmu lain adalah pada kerangka berfilsafat, yaitu secara ontologism, epistimologis dan empiristis. Filsafat merupakan hasil olah fikir para filsuf yang bersifat intensif dan ekstensif, yaitu dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Kerangka berfilsafat yang ekstensif tersebut mengakibatkan pandangan yang berdimensi. Filsafat merupakan suatu kajian ilmu oleh para filsuf yang didasarkan pada berbagai dimensi sudut pandang yang berbeda-beda. Objek berfilsafat meliputi segala yang ada dan yang mungkin ada. Segala yang ada dan yang mungkin ada tersebut belum dapat dikategorikan sebagian dari ciptaan Tuhan, karena masih banyak ciptaan Tuhan yang lainnya, misalnya keyakinan manusia. Keyakinan ini tidak dapat dikategorikan menjadi sesuatu yang ada ataupun menjadi sesuatu yang mungkin ada, karena keyakinan berada di luar konteks tersebut.
Dalam berfilsafat maupun dalam kehidupan sehari-hari, adanya pro dan kontra merupakan suatu hal yang wajar dan sudah menjadi kodrat. Setiap ada siang pasti ada malam, ada kiri pasti ada kanan, ada yang benar pasti pula ada yang salah. Demikian pula ada pro, pasti pula ada kontra nya. Pro dan kontra yang terjadi dalam fikiran manusia dapat menimbulkan suatu ilmu, sedangkan pro dan kontra yang terjadi di dalam hati manusia merupakan godaan dari syaiton. Dalam ilmu filsafat, ada 4 tingkatan yang harus dipenuhi oleh setiap objek agar dapat dikategorikan sebagai pbjek berfilsafat, yaitu tingkatan material, formal, normative dan spiritual. Jika suatu objek memenuhi keempat tingkatan tersebut, maka objek tersebut merupakan objek dalam filsafat. Namun jika belum mampu memenuhinya, maka objek tersebut hanya sebatas objek intuisionisme, yaitu objek yang dapat dipahami melalui intuisi. Sebagai contoh adalah angin. Objek material dari angin adalah udara yang bergerak, objek materialnya misalnya angin topan, badai, angin rebut dan lainnya. namun objek normative dan spiritual untuk angin tidak ada, sehingga manusia dikategorikan sebagai kaum intuisionisme terhadap angin, karena tidak mampu mendefinisikan tentang angin. Tidak ada definisi yang paling tepat untuk angin, besar, kecil, enak, cantik, tampan, dan masih banyak hal lainnya yang hanya dapat didefinisikan secara intuitif.
Berbeda halnya dengan hakekat perceraian. Perceraian dapat dikategorikan sebagai objek filsafat yang memenuhi syarat. Dari segi material, objek perceraian adalah suami atau istri. Dari segi formal, perceraian sangat jelas diatur dalam undang-undang. Dilihat dari segi normative, perceraian bukanlah hal yang baik, dan dapat dikategorikan sebagai hal yang kurang baik atau “buruk”. Dilihat dari segi spiritual, Tuhan sangat tidak menyukai orang-orang yang bercerai. Dari penjabaran tersebut, perceraian merupakan salah satu objek dalam berfilsafat.
Dalam kehidupan sehari-hari, ada kalanya seseorang mengalami kekalahan. Namun kekalahan tersebut hendaknya dapat mendorong seseorang untuk segera bangkit dan tidak justru semakin terpuruk. Ada dua cara dalam menyikapi kekalahan agar tidak membuat kita semakin terpuruk, yaitu dengan cara ikhtiar dan berdoa. Setiap hal yang ada dan mungkin ada di dunia ini dapat dijadikan sebagai motivasi. Sebagai contoh, ketika kita melihat orang yang kurang beruntung. Hal ini dapat kita jadikan sebagai sarana introspeksi diri, bahwa kita masih lebih beruntung daripada mereka. Selain itu, semangat dari orang yang telah pernah mengalami keberhasilan juga sangat kita perlukan, agar kita kembali memili,I keyakinan bahwa kita juga pasti bisa berhasil, minimal seberhasil orang tersebut. Hal ini merupakan cara untuk kemballi menumbuhkan semangat kita setelah mengalami kekalahan atau kegagalan.