Siti Nuruniyah
09301241023
Pendidikan Matematika Sub 09
Refleksi
kuliah Filsafat Pendidikan Matematika
Filsafat adalah olah pikir
refleksif. Sebelum mempelajari Filsafat Pendidikan Matematika terlebih dahulu
harus tahu apa itu filsafat. Filsafat memiliki terminologi yang sama dengan
kata “dunia” dimana kata dunia ini dapat diikuti oleh kata apapun, seperti
dunia anak, dunia wanita, dunia malam, dsb. Begitu halnya dengan “filsafat”. Kata
filsafat dapat diikuti oleh kata apapun, seperti filsafat manusia, filsafat
agama bahkan filsafat Tuhan, filsafat matematika, filsafat pendidikan, filsafat
pendidikan matematika, dsb. Kata filsafat dapat diikuti oleh kata apapun karena
filsafat merupakan olah pikir. Sehingga apapun dapat ipikirkan termasuk
berpikir tentang Tuhan walaupun terbatas. Namun untuk berpikir ini diperlukan
suatu kehati-hatian karena berfilsafat memiliki adab.
Filsafat merupakan ilmu yang dekat
dengan diri kita, sehingga filsafat bisa sangat ringan, sangat berat, bisa
menghibur atau bahkan membahayakan. Mempelajari filsafat sama artinya dengan
mempelajari tatacara atau adab sehingga kita juga akan belajar menjadi orang
yang beradab. Dalam filsafat ada beberapa adab, yaitu :
1.
Kedudukan filsafat
dikaitkan dengan spiritual, bahwa filsafat itu letaknya tinggi namun
setinggi-tingginya filsafat tidak boleh melebihi spiritual.
Artinya, setinggi-tingginya olah pikir
atau setinggi-tingginya kita memikirkan apapun tidak boleh melebihi keyakinan. Untuk
itu sebelum berfilsafat hendaknya kita berdoa dan mohon ampun agar tidak
melemahkan keyakinan. Dasar berfilsafat adalah spiritual atau keyakinan
sehingga saat pikiran atau akal kita sudah tak mampu menjangkaunya maka
segeralah mohon ampun. Dari sini dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang erat
antara berdoa dan berpikir. Kalau belajar berfilsafat tidak didasari dengan
keyakinan, spiritual atau hati maka akan sangat membahayakan diri kita karena
dapat melemahkan keyakinan. Berfilsafat sama artinya dengan olah pikir, namun
jika hanya mengandalkan olah pikir saja maka kita tidak akan mengetahui seluk
beluk hati. Seluk beluk hati disini dapat berupa cinta, kasih sayang. Mengenai filsafat
cinta, cinta kasih disini bukan hanya cinta antara pria dengan wanita namun
juga cinta dengan orang tua. Sehebat-hebatnya pikiran kita tidak akan pernah
mmpu untuk menjelaskan tentang cinta yang tidak pernah ada akhirnya. Begitu juga
dengan keyakinan. Sehebat-hebatnya pikiran kita tidak akan pernah mampu
menjelaskan tentang ketuhanan, kepercayaan atau keyakinan.
2.
Filsafat itu hidup
Karena filsafat itu
hidup, maka cara mempelajarinya adalah dengan metode hidup. Seperti halnya
hidup ada hidup yang sehat ada hidup yang tidak sehat maka ada filsafat sehat
dan ada filsafat yang tidak sehat, ada filsafat yang bahagia ada filsafat yang
susah. Contoh hidup yang tidak sehat adalah datang atau pergi tanpa memberi
tahu atau pamit, terpaksa, memaksa atau dengan kata lain hidup yang tidak sehat
adalah hidup yang melanggar aturan. Karena
filsafat itu hidup maka metode yang digunakan untuk mempelajari adalah metode
hidup. Artinya jika kita menganalogikan hisup sehat adalah hidup yang beradab
maka berfilsafat yang sehat adalah berfilsafat yang beradab. Beradab artinya
berusaha mengenal sopan santun. Metode hidup yang dimaksudkan disini adalah
metode yang menggunakan bahasa analog, menggunakan obyek yang ada dan yang
mungkin ada. Yang ada maksudnya adalah yang sudah diketahui sedangkan yang
mungkin ada adalah maksudnya yang belum diketahui. Metode berfilsafat yang erat
kaitannya dengan pikiran manusia adalah “terjemah dan menerjemahkan” atau dalam
bahasa Yunani disebut “hermenetika” yang memiliki maksud brinteraksi yang
refleksif. Setiap hal di dunia ini sifatnya berinteraksi dengan lainnya. Segala
yang ada dalam kehidupan perlu belajar agar dapat berinteraksi dengan lainnya. Hidup
yang sehat secara filsafat dikatakan hidup yang harmoni, yaitu hidup yang
seimbang. Harmoni identik dengan bahagia, jika ingin bahagia hiduplah dengan
harmoni. Agar hidup dapat seimbang kita perlu untuk ikhtiar, ikhlas dan
beradab. Diam sesungguhnya tidak harmoni karena diam itu berarti tidak ada
usaha atau ikhtiar. Agar dapat dapat berfilsafat dengan baik maka diperlukan
metode hidup artinya selalu berikhtiar, berinteraksi dan berpikir.
3.
Bahasa yang dipakai
berfilsafat adalah bahasa analog.
Bahasa analog
merupakan bahasa yang memiliki tingkatan lebih tinggi dari baha kiasan. Jadi dalam
filsafat, jika mengatakan hati maka bisa analog dengan keyakinan, ketuhanan,
agama atau spiritual. Sedangkan jika menggunakan kata pikiran dapat
dianalogikan dengan urusan manusia, urusan dunia atau urusan yang tampak. Sehingga
untuk memahami bahasa analog ini maka diperlukan suatu kemampuan berpikir.
4.
Berfilsafat memerlukan
pikiran yang jernih.
Agar pikiran kita
jernih, maka kita perlu membersihkan diri artinya membersihkan diri dari
pikiran-pikiran lain yang mengganggu sehingga kita dapat berpikir refleksif
dengan baik.
5.
Berfilsafat selalu
dimulai dengan pertanyaan atau kekaguman dengan hal-hal yang kecil.
Contohnya, apakah
hakikatnya suara?
Berangkat dari hal-hal kecil
inilah kita dapat berfilsafat. Berawal dari kekaguman dengan hal-hal kecil maka
akan muncul suatu pertanyaan dalam benak kita dan kemudian kita akan dapat
berfilsafat hanya dengan memulainya dengan hal kecil. Maka dibutuhkan suatu
kejelian untuk dapat mengangkat hal-hal kecil yang ada di sekitar kita menjadi
suatu persoalan untuk berfilsafat.
0 Response to "Adab Berfilsafat"
Posting Komentar