BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia,
yang terdiri atas dua kata : philos (cinta) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan sophia (hikmah, kebijaksanaan,
pengetahuan). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau
kebenaran. Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala
sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Orang Yunani senang akan kebijaksanaan
yang selalu diarahkan kepada kepandaian secara teoretis dan praktis. Kepandaian
yang bersifat teoretis adalah upaya manusia mencari pengetahuan yang penuh
dengan gagasan dan ide yang tentunya sejalan dengan cara pikir mereka.
Kepandaian yang bersifat praktis adalah upaya mencari pengetahuan yang
diarahkan untuk menemukan kegunaan pengetahuan itu.
Berbicara
mengenai ilmu maka tidak akan terlepas dari filsafat. Semua ilmu, baik ilmu
alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat.
Filsafat merupakan olah pikir sehingga segala sesuatu yang dihasilkan adalah
melalui proses berpikir. Perkembangan ilmu pengetahuan terbagi menjadi beberapa
periode sejarah yang setiap periodenya memiliki ciri khas masing-masing.
Periodisasi perkembangan ilmu pengetahuan dimulai dari peradaban Yunani Kuno,
Zaman Pertengahan, Zaman Renaissance, Zaman Modern, dan zaman Postmodern yang
masing-masing zaman tersebut berkembang beberapa aliran filsafat.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut: Bagaimanakah perkembangan aliran filsafat dari zaman
Yunani kuno hingga saat ini?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Zaman Yunani Kuno
Secara historis kelahiran dan
perkembangan sistem berpikir tidak dapat dilepaskan dari keberadaan, kelahiran
dan perkembangan filsafat. Pada masa
periodisasi awal atau masa Yunani Kuno, yaitu sekitar 600 SM – 400 SM, para
pemikir pada masa itu sudah mulai mempermasalahkan dan mencari unsur induk (arché) yang
dianggap sebagai asal mula segala sesuatu/semesta alam dengan suatu metode
berpikir untuk mencari sebab awal dari segala sesuatu dengan merunut dari
hubungan kausalitasnya
(sebab-akibat). Jadi unsur penting berpikir ilmiah sudah mulai dipakai, yakni:
rasio dan logika (konsekuensi). Dua nama penting pada masa ini yaitu Permenides
dan Heraclitos yang memiliki pemikiran yang bersebrangan.
a.
Peremenides
Permenides lahir di kota Elea, kota perantauan
Yunani di Italia Selatan, Arena. Ia
dikatakan sebagai
logikawan pertama dalam sejarah filsafat. Ia berpendapat bahwa hanya pengetahuan yang tetap dan
umum (pengetahuan budi) yang dapat
dipercaya. Pengetahuan budi itulah yang dapat dipercayai, kalau ia benar maka
sesuailah ia dengan realitas. Sebab yang
merupakan realitas bukanlah yang berubah dan bergerak serta beralih dan
bermacam-macam, melainkan yang tetap. Permenides
dianggap sebagai peletak dasar metafisika. Ia berpendapat bahwa
yang ada adalah ada dan yang tidak ada
adalah tidak ada. Konsekwensi dari pernyataan ini adalah yang ada:
1) satu dan
tak terbagi
2) kekal,
tidak mungkin ada perubahan
3) sempurna,
tidak bisa ditambah atau diambil darinya,
4) mengisi segala tempat, akibatnya tidak
mungkin ada yang bergerak
b.
Heraclitos
Heraclitos memiliki pemikiran yang berbeda dengan
Permenides. Ia mengemukakan bahwa segala sesuatu (yang ada itu)
sedang menjadi dan selalu berubah. Sehingga ucapannya yang terkenal : Panta
rhei kai uden menci yang
artinya segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai dan tudak satu orangpun
yang dapat masuk ke sungai dua kali. Alasannya,
karena air sungai yang pertama telah mengalir , berganti dengan air yang berada di belakanganya. Demikian juga dengan segala
yang ada, tidak ada yang tetap, semuanya berubah. Akhirnya dikatakan bahwa
hakikat dari segala sesuatu adalah menjadi, maka filsafatnya dikatakan filsafat
menjadi. Menurut Heraclitos alam semesta ini selalu dalam keadaan
berubah , sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berubah menjadi
dingin. Itu berarti kita hendak memahami kehidupan kosmos, kita menyadari bahwa
kehidupan kosmos itu dinamis. Kosmos itu tidak pernah berhenti (diam), ia selalu
bergerak, dan bergerak berarti berubah. Gerak itu menghasilkan
perlawanan-perlawanan . itulah sebabnya ia sampai pada konklusi bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah prosesnya. Penyataan
“semua mengalir” berarti semua berubah bukanlah pernayatan yang sederhana.
Implikasi pernyataan tersebut amat hebat. Dan itu
mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah,
tidak tetap.
Puncak filsafat Yunani dicapai pada
Socrates, Plato dan Aristoteles.
1. Socrates memiliki pemikiran yang merupakan jalan tengah dari pemikiran
Permenides dan Heraclitos. Filsafatnya dikenal dengan aliran dialektik. Ia
memiliki murid yang sangat setia yaitu Plato. Filsafat Socrates ini berkembang
pada 470-399 SM. Socrates mengajar bahwa akal
budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan kita. Sokrates sendiri tidak
menulis apa-apa. Pikiran-pikirannya hanya dapat diketahui secara tidak langsung
melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak pemikir Yunani lain, terutama melalui
karya Plato. Sebagaimana para
sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan
bertitik tolak dari pengalaman keseharian dan kehidupan kongkret. Perbedaannya
terletak pada penolakan Socrates terhadap relatifisme (pandangan yang berpendapat bahwa
kebenaran tergantung pada manusia) yang
pada umumnya dianut para sofis. Menurut Socrates tidak benar bahwa yang baik itu baik bagi
warga Athena dan lain bagi warga negara Sparta. Yang baik mempunyai nilai yang sama bagi semua
manusia dan harus dijunjung tinggi oleh semua orang. Pengajaran Socrates ini harus dibayar mahal dengan
hukuman mati yautu dengan meminum racun.
2. Plato
Walaupun Socrates
sudah meninggal namun pemikirannya tetap bekerja. Plato yang merupakan muridnya
memperkuat pendapat gurunya. Filsafat
Plato menganut aliran idealisme. Menurut Plato kebenaran umum memang ada,
namanya idea. Idea ada sebelum manusia ada, ia ada dalam alam idea. Dunia
“idea” itulah yang tetap tidak berubah/abadi sedangkan kenyataan yang dapat
diobservasi sebagai sesuatu yang senantiasa berubah. Sehingga filsafat Plato
dikenal dengan nama idealisme. Menurut Plato realitas terbagi
menjadi dua yaitu inderawi yg selalu berubah dan dunia idea yg tidak pernah
berubah. Idea merupakan sesuatu yg obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan
justru sebaliknya pikiran tergantung pada idea-idea tersebut. Idea-idea
berhubungan dengan dunia melalui tiga cara; Idea hadir didalam benda, idea-idea
berpartisipasi dalam konkret dan idea merupakan model atau contoh (paradigma)
bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada gilirannya juga memberikan dua
pengenalan. pertama pengenalan tentang idea; inilah pengenalan yg sebenarnya.
Pengenalan yg dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan
bersifat teguh, jelas, dan tidak berubah. Ia juga
berpendapat bahwa sebelum dilahirkan dalam tubuh jasmani, jiwa sudah
berada dan memandang ide-ide, sekarang jiwa merasa terkurung dalam tubuh dan
senantiasa rindu akan memandang bahagia yang dinikmatinya sebelum lahir dalam
tubuh, tetapi dalam eksistensi jasmani sekarang.
3.
Aristoteles
Setelah Plato ada
filsuf Ariatoteles yang merupakan murid
dari Plato. Aristoteles ada pada tahun 384-322 SM. Walaupun ia murid dari Plato
namun pendapatnya sering bertentangan dengan Plato. Aristoteles menganut aliran
realisme. Aristoteles lebih kearah ilmu pengetahuan yang sedapat mungkin
menyelidiki dan mengumpulkan data kongkret (realisme). Ide-ide
menurut Aristoteles tidak terletak dalam suatu "surga" diatas dunia
ini, melainkan didalam benda-benda sendiri. Setiap benda terdiri dari dua unsur
yang tak terpisahkan, yaitu materi("hyle") dan
bentuk("morfe"). Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari
Plato. Tetapi pada Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas
dari materi. Materi tanpa bentuk tidak ada.
bentuk-bentuk"bertindak"didalam materi. bentuk-bentuk memberi
kenyataan kepada materi dan sekaligus merupakan tujuan dari materi. Filsafat
Aristoteles sangat sistematis. Sumbangannya kepada perkembangan ilmu
pengetahuan besa sekali. Tulisan-tulisan Aristoteles meliputi bidang logika,
etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam. Pokok-pokok pikirannya
antara lain bahwa ia berpendapat seseorang tidak dapat mengetahui suatu obyek
jika ia tidak dapat mengatakan pengetahuan itu pada orang lain. Spektrum
pengetahuan yg diminati oleh Aristoteles luas sekali, barangkali seluas
lapangan pengetahuan itu sendiri. Mengenai
pengetahuan, Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan dapat dihasilkan melalui
jalan induksi dan jalan deduksi, induksi mengandalkan panca indera yg
"lemah", sedangkan deduksi lepas dari pengetahuan inderawi. Karena
itu dalam logikanya Aristoteles sangat banyak memberi tempat pada deduksi yg
dipandangnya sebagai jalan sempurna menuju pengetahuan baru. Salah satu cara
Aristoteles mempraktekkan deduksi adalah Syllogismos (silogisme).
2. Zaman kegelapan (Dark Ages)
Pada
ujung tarikh sebelum masehi atau masa menuju Masehi (0 Masehi), filsafat
semakin lama semakin merosot dominasinya dan semakin kalah. Inilah merupakan
zaman kegelapan bagi filsafat ilmu pengetahuan dimana filsafat benar-benar
telah mati dan tertutup dari abad 12 sampai abad 13. Filsafat pada abad ini
dikuasai oleh keagamaan (Kristiani). Pada
masa ini pihak gereja membatasi pemikiran para filosof sehingga
ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur
oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran
yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap
murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati. Terlihat di sini
bahwa dominasi gereja sangat kuat. Pada masa ini tokoh gereja telah mengakui dan
memberikan kebenaran mutlak pendapat dari Ptolomeus dengan teori geosentris yang menyatakan bahwa bumi
sebagai pusat dari tata surya.
3.
Zaman Pencerahan (Abad 15 dan 16)
Adanya dominasi gereja dan
kungkungan gereja terhadap ilmu pengetahuan menimbulkan suatu kebangkitan atau
revolusi yang dinamakan dengan rennaisance
atau kelahiran kembali. Pada zaman ini berbagai
gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis,
sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner dalam pemikiran manusia dan
membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat. Zaman renaisans terkenal
dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berpikir seperti
pada zaman Yunani kuno. Manusia dikenal sebagai animal rationale,
karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia
ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur
tangan Ilahi. Saat itu manusia Barat mulia berpikir secara baru dan
berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan Gereja yang selama ini
telah mengungkung kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu
pengetahuan.
Pada
zaman renaisans ada banyak penemuan di bidang ilmu pengetahuan. Di antara
tokoh-tokohnya adalah:
1. Nicolaus Copernicus
(1473-1543)
Ia dilahirkan di Torun, Polandia
dan belajar di Universitas Cracow. Walaupun ia tidak mengambil studi astronomi,
namun ia mempunyai koleksi buku-buku astronomi dan matematika. Ia sering
disebut sebagai Founder of Astronomy. Ia mengembangkan teori
bahwa matahari adalah pusat jagad raya dan bumi mempunyai dua macam gerak,
yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengitari
matahari. Teori itu disebut heliocentric menggeser teori geosentris. Namun karena masa itu
dominasi gereja masih kuat maka pendapat Copernicus yang menentang gereja ini
mendapatkan hukuman. Ia dihukum kurungan seumur hidup. Bruno yang merupakan
pendeta yang sependapat dengannya pun ikut dihukum.
2. Galileo Galilei (1564-1642)
Galileo Galilei adalah salah
seorang penemu terbesar di bidang ilmu pengetahuan. Ia menemukan bahwa sebuah
peluru yang ditembakkan membuat suatu gerak parabola, bukan gerak horizontal
yang kemudian berubah menjadi gerak vertikal. Ia menerima pandangan bahwa
matahari adalah pusat jagad raya. Dengan teleskopnya, ia mengamati jagad raya
dan menemukan bahwa bintang Bimasakti terdiri dari bintang-bintang yang banyak
sekali jumlahnya dan masing-masing berdiri sendiri. Selain itu, ia juga
berhasil mengamati bentuk Venus dan menemukan beberapa satelit Jupiter.
3. Francis Bacon (1561-1626)
Francis Bacon adalah seorang
filosof dan politikus Inggris. Ia belajar di Cambridge University dan kemudian
menduduki jabatan penting di pemerintahan serta pernah terpilih menjadi anggota
parlemen. Ia adalah pendukung penggunaan scientific methods, ia
berpendapat bahwa pengakuan tentang pengetahuan pada zaman dahulu kebanyakan
salah, tetapi ia percaya bahwa orang dapat mengungkapkan kebenaran dengan inductive
method, tetapi lebih dahulu harus membersihkan fikiran dari prasangka yang
ia namakan idols (arca). Bacon telah memberi kita pernyataan yang
klasik tentang kesalahan-kesalahan berpikir dalam Idols of the Mind.
4.
Zaman Modern
(Abad 17-18)
Pada abad
ke-17 pemikiran renaisans mencapai kesempurnaannya pada diri beberapa tokoh
besar. Pada abad ini tercapai kedewasaan pemikiran, sehingga ada kesatuan yang
memberi semangat yang diperlukan pada abad-abad berikutnya. Pada masa ini, yang
dipandang sebagai sumber pengetahuan hanyalah apa yang secara alamiah dapat
dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri). Sebagai akibat
dari kecenderungan berbeda dalam memberi penekanan kepada salah satu dari
keduanya, maka pada abad ini lahir dua aliran yang saling bertentangan, yaitu
rasionalisme yang memberi penekanan pada rasio dan empirisme yang memberi
penekanan pada empiri.
a. Rasionalisme
Rasionalisme adalah corak berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal
dalam filsafat. Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah
Rene Descartes (1595-1650). Descartes adalah orang pertama pada zaman modern
yang membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan
oleh pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di akhir abad pertengahan yang
menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat
haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang
lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat
yang amat lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang
mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin
filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada
semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun
argumentasinya dalam sebuah metode yang sering yaitu “kesangsian metodis”. Dalam kesangsian
metodis, Descartes meragukan segala sesuatu. Ia ragu pada kenyataan
disekitarnya. Ragu pada pengetahuannya. Juga ragu pada pengalamannya. Ketika ia
ragu pada segala sesuatu, ada satu hal yang tidak dapat diragukan. Hal itu
adalah dirinya yang sedang ragu. Dengan demikian jelas bagi Descartes bahwa
satu-satunya hal yang tidak dapat diragukan adalah dia yang meragu. Descartes
yang ragu adalah kenyataan yang tidak terbantahkan. Ia ragu, ia berpikir. Ia
berpikir, maka ia ada. Adanya dia karena ia berpikir dan sangsi. Descartes
menegaskannya dalam kalimat “Cogito, ergo sum”. Je pense, done je suis.
Saya berpikir, maka saya ada.
Dalam konstruksi rasionalisme Descartes, akal budi atau rasio dapat
mencapai kepastian akan kebenaran tanpa membutuhkan bantuan apapun. Untuk ini,
ada tiga hal yang jelas dan tegas (clare et distincte) yaitu Allah,
pemikiran (cogito) dan keluasan (extensio). Pemikiran merupakan bagian
dari bidang psikologi. Keluasan adalah bidang dari ilmu alam. Dalam diri
manusia, kedua hal itu menyatu.
b.
Empirisme
Para pemikir di Inggris bergerak ke arah
yang berbeda dengan tema yang telah dirintis oleh Descartes. Mereka lebih
mengikuti Jejak Francis Bacon, yaitu aliran empirisme. Empirisme adalah suatu
doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh
pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran akal. Istilah
empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman.
Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan tetapi tidak
berarti bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat dikatakan bahwa
rasionalisme dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat
dalam bingkai empirisme.
Francis Bacon (1561-1626) dan Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Lock
menjadikan paham empirisme begitu mendominasi periode ini. Menurut Lock isi otaknya terdiri dari ide-ide. Ada ide-ide
tunggal (simple idea) dan ada ide-ide jamak (complex idea). Ide yang peertama
berhubungan langsung dengan pengalaman inderawi. Ide yang kedua merupakan
hubungan dari ide-ide yang pertama. Misalnya sebab, akibat, relasi, syarat dan
sebagainya hanya dapat diamati melalui kombinasi ide-ide tunggal.
Empirisme memuncak pada David Hume (1711-1776). Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu
substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami
hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada
bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan
langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Bagi Hume, aku sebagai pusat pengalaman, kesadaran dan pikiran hanyalah
kesan (impression) semata-mata. Kesan merupakan bahan darimana pengetahuan
tersusun. Karena itu, kesadaran manusia bukanlah suatu jiwa. Kesadaran hanyalah
deretan kontinyu dari kesan-kesan.
Menurut Hume Jika gejala
tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu yang disinari matahari menjadi
panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya
memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan
sebab-akibat. Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu
mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam
gagasan kita. Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa
seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada
batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui
persepsi indera kita.
Pemikiran Hume ini menggelisahkan Immanuel Kant (1724- 1804). Bagi Kant
empirisme benar. Namun rasionalisme tidak dapat serta merta dibuang. Karenanya,
Kant berupa membuat sintesa atas perang dua aliran filsafat ini. Kant
menunjukkan bahwa pegetahuan adalah hasil perpaduan antara pengalaman inderawi
dan kemampuan pikiran. Ia membagi tiga tingkatan pengetahuan manusia. Pertama,
pengetahuan yang berasal dari pengalaman yang disebutnya Sinneswahrnehmung.
Kedua, pengetahuan yang berasal dari akal budi yang disebutnya verstand.
Ketiga, pengetahuan yang berasal dari intelektual atau rasio yang disebutnya vernunft.
Menurut Kant, ada dua
unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia.
Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat
kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan
waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi
pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai
proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Kant meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat
masa kini.
5. Zaman Posmodern (Abad 19)
Zaman
posmodern dimulai dengan munculnya aliran positivisme. Ajaran positivisme
timbul pada abad 19 dan termasuk jenis filsafat abad modern. Kelahirannya
hampir bersamaan dengan empirisme. Kesamaan diantara keduanya antara lain bahwa
keduanya mengutamakan pengalaman. Perbedaannya, positivisme hanya membatasi
diri pada pengalaman-pengalaman yang objektif, sedangkan empirisme menerima
juga pengalaman-pengalaman batiniah atau pengalaman yang subjektif. Tokoh
terpenting dari aliran positivisme adalah August Comte (1798-1857), John Stuart
Mill (1806-1873), dan Herbert Spencer (1820-1903).
August Comte
adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kaum positivis percaya
bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris
dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran
ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis
dengan kemajuan dari revolusi Perancis. Pendiri filsafat positivis yang
sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman
diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari
hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan.
Comte
menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie
Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis
dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya
itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam
hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan
organis antara gejala-gejala, sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala.
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat
yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat.
Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1.
Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2.
Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3.
Metode ini berusaha ke arah kepastian
4.
Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode
positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan,
eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam
ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu
untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan. Comte
melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik yang kenyataannya lebih
daripada sekedar jumlah bagian-bagian yang saling bergantung, tetapi untuk
mengerti kenyataan ini, metode penelitian empiris harus digunakan dengan
keyakinan bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya
gejala fisik.
Menurut
Comte, ilmu pengetahuan bersifat positif apabila ilmu pengetahuan tersebut
memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan konkret, tanpa ada
halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dengan demikian, ada
kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap berbagai cabang ilmu
pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana
ilmu tersebut dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Asumsi-asumsi ilmu
pengetahuan positiv itu sendiri, antara lain : Pertama, ilmu pengetahuan harus
bersifat obyektif (bebas nilai dan netral) seorang ilmuwan tidak boleh
dipengaruhi oleh emosionalitasnya dalam melakukan observasi terhadap obyek yang
sedang diteliti. Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang
berulang kali. Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau
kejadian alam dari mutualisma simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena
yang lain.
Hal yang
menonjol dari sistem Comte adalah penilaiannya terhadap sosiologi yang
merupakan ilmu pengetahuan yang paling kompleks, dan merupakan ilmu
pemnegtahuan yang akan berkembang dengan pesat. Sosiologi merupakan studi
positif tentanh hukum-hukum dasar dari gejala sosial. Comte membedakan antara
sosiologi statis dan sosiologi dinamis.
6.
Zaman
Posmodern
Posmodernisme
adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide zaman modern (yang
mengutamakan rasio, objektivitas, dan kemajuan). Posmodern memiliki cita-cita,
ingin meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial, kesadaran akan peristiwa sejarah
dan perkembangan dalam bidang penyiaran. Posmodern mengkritik modernisme yang
dianggap telah menyebabkan desentralisasi di bidang ekonomi dan teknologi,
apalagi hal ini ditambah dengan pengaruh globalisasi. Selain itu, posmodern
menganggap media yang ada saat ini hanya berkutat pada masalah yang sama dan
saling meniru satu sama lain.
Aliran-aliran terpenting yang berkembang dan berpengaruh pada
abad XX adalah pragmatisme, utilitarian, kapitalis, hedonisme dan filsafat
analitik. Pragmatis mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang
akibat-akibatnya bermanfaat secara praktis. Jadi, patokan pragmatisme adalah
manfaat bagi kehidupan praktis. Kebenaran mistis diterima, asal bermanfaat
praktis. Pengalaman pribadi yang benar adalah pengalaman yang bermanfaat
praktis. William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme,
sebagai berikut:
1. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat
diprediksi tetapi dunia benar adanya.
2.
Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide, tetapi sesuatu yang terjadi
pada ide-ide dalam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.
3. Bahwa manusia betas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk
percaya akan dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman
praktisnya maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.
4.
Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketententuan yang
absolut, tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada
kebenaran-kebenaran yang lain tentang duinia dimana kita tinggal di dalamnya
Posmodernisme
muncul untuk “meluruskan” kembali interpretasi sejarah yang dianggap otoriter.
Untuk itu postmodernisme menghimbau agar kita semua berusaha keras untuk
mengakui adanya identitas lain yang berada di luar wacana hegemoni.
Posmodernisme mencoba mengingatkan kita untuk tidak terjerumus pada kesalahan
fatal dengan menawarkan pemahaman perkembangan kapitalisme dalam kerangka
genealogi (pengakuan bahwa proses sejarah tidak pernah melalui jalur tunggal,
tetapi mempunyai banyak “sentral”). Postmodernisme mengajak kaum kapitalis
untuk tidak hanya memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan
produktivitas dan keuntungan saja, tetapi juga melihat pada hal-hal yang berada
pada alur vulgar material yang selama ini dianggap sebagai penyakit dan obyek
pelecehan saja.
Salah
satu perkembangan terbaru dalam ilmu filsafat disebut “Filsafat Analitik”.
Filsafat analitik bukan suatu filafat sistematik sebagaimana idealism, realism,
atau pragmatism. Sungguh, kebanyakan ahli filsafat analitik bekerja dengan
hati-hati untuk menanggalkan identitas sebagai filsafat sistematis, mereka
berpendapat bahwa pendekatan sistem dalam filsafat lebih banyak membawa masalah
daripada memberikan solusi kepada masalah-masalah manusia (Knight:1982) .
Sebagian besar ahli filsafat analitik mencari cara untuk memperjelas bahasa,
konsep-konsep, dan metode-metode yang digunakan secara lebih tepat untuk
aktifitas kehidupan , misalnya dalam bidang sains. Usaha-usaha filsafat
analitik diperluas dalam bidang lain seperti pendidikan.
Postmodernisme
sebagai suatu gerakan budaya sesungguhnya merupakan sebuah oto-kritik dalam
filsafat Barat yang mengajak kita untuk melakukan perombakan filosofis secara
total untuk tidak lagi melihat hubungan antar paradigma maupun antar wacana
sebagai suatu “dialektika” seperti yang diajarkan Hegel. Postmodernisme
menyangkal bahwa kemunculan suatu wacana baru pasti meniadakan wacana
sebelumnya. Sebaliknya gerakan baru ini mengajak kita untuk melihat hubungan
antar wacana sebagai hubungan “dialogis” yang saling memperkuat satu sama lain.
Postmodernisme
bukanlah suatu gerakan homogen atau suatu kebulatan yang utuh. Sebaliknya,
gerakan ini dipengaruhi oleh berbagai aliran pemikiran yang meliputi Mrxisme
Barat, struktualisme Prancis, nihilisme, etnometodogi, romantisisme,
popularisme, dan hermeneutika. Heterogenitas inilah yang barangkali menyebabkan
sulitnya pemahaman orang awam terhadap postmodernisme. Dalam wujudnya yang
bukan merupakan suatu kebulatan, postmodernisme tidak dapat dianggap sebagai
suatu paradigma alternatif yang berpretensi untuk menawarkan solusi bagi
persoalan-persoalan yang ditimbulkan oleh modernisme, melainkan lebih merupakan
sebuah kritik permanen yang selalu mengingatkan kita untuk lebih mengenali
esensi segala sesuatu dan mengurangi kecenderungan untuk secara sewenang-wenang
membuat suatu standar interpretasi yang belum tentu benar.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya yaitu mengenai sejarah perkembangan aliran
filsafat dapat disimpulkan mengenai perkembangan aliran filsafat. Perkembangan filsafat dimulai sejak peradaban
Yunani kuno. Tokoh filsafat yang terkenal yaitu Permenides dan Hiraclitos mereka
menganut aliran filsafat yang bertentangan. Pada penghujung tarikh sebelum
masehi atau awal masehi berkembang filsafat dari Socrates yang beraliran
dialectik yang merupakan pertengahan dari pendapat Permenides dan Heraclitos.
Setelah Socrates meninggal muncul Plato yang merupakan murid Socrates dan
beraliran idealisme. Filsafat Plato ini bertentangan dengan filsafat
Aristoteles yang beraliran realisme.
Setelah
memasuki abad 12 filsafat mengalami zaman kegelapan karena adanya dominasi dari
gereja. Barang siapa yang menentang kebenaran dari gereja maka akan mendapatkan
hukuman yang sangat berat. Masa ini berlangsung hingga abad 15 dimana mulai ada
pencerahan. Zaman ini disebut sebagai zaman pencerahan atau rennaisance yang berarti kelahiran
kembali. Zaman ini merupakan awal dari zaman modern.
Pada
zaman modern muncul dua aliran yang bertentangan yaitu aliran rationalisme yang
dicetuskan oleh Rene Descartes dan empirisme yang dicetuskan oleh David Hume.
Filsafat berkembang terus hingga lhir aliran Hegelianisme dan Marxisme yang
merupakan awal zaman postmodern. Tokoh yang terkenal adalah Immanuel Kant.
Kemudian filsafat berkembang terus hingga saat ini menjadi ilmu yang sangat
bermanfaat dalam kehidupan. Filsafat dapat diibaratkan berkembang dari mata air
hingga kini telah menjadi suatu laut yang dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir.2000.Filsafat Umum.Bandung:Rosda Karya.
Atang
Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum.Bandung:Pustaka
Setia.
Drs.
Mustansyir, Rizal, Drs. Munir, Misnal.2003.Filsafat Ilmu.Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR.